Blogroll

Pages

Senin, 11 Juli 2011

Eksistensi Perbankan Syariah Dalam Pembangunan Ekonomi Umat

Ditulis oleh : Rinda Asytuti, M.Si

Secara umum pengertian bank Islam (Islamic bank) adalah bank yang pengoperasiaannya disesuaikan dengan prinsip syariat islam. Dalam konteks keindonesiaan bank ini dikenal sebagai bank syariah. Selain itu terdapat beberapa nama lain seperti bank tanpa bunga ( interest –free bank),  dan bank tanpa riba (La riba bank).
Selain berfungsi sebagaimana perbankan konvensional yaitu  sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yakni menyalurkan dana dari supply unit kepada defisit unit dalam bentuk financing atau pembiayaan berdasarkan bagi hasil, sewa ataupun jual beli, juga terdapat fungsi lain yang dikandung dalam bank syariah adalah sebagai lembaga investasi dan lembaga sosial.
Eksistensi Lembaga Keuangan  syariah dalam perekonomian  didasarkan pada ajaran al-Quran yakni:
1.      Prinsip At-taawun. Prinsip saling bekerjasama untuk kebaikan danan.keadilan. Sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Quran:
“ … dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa dan jangan tolong- menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran ..( QS. 5:2)
2.      Prinsip menghindari Iktinaz yaitu menahan uang dan membiarkannya menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebagaimana dinyatakan dalam al-quran
“ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.. (QS: 4: 29)
3.      Prinsip menghindari riba .Al-quran melarang dengan sangat jelas Riba .
“ Hai-orang –orang beriman janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda..”  (alBaqarah 278-279)
4.      Prinsip keadilan dan transparansi.
5.      Menunaikan zakat.

Dasar hukum bank Syariah di Indonesia
Eksistensi perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan dalam kedudukannya terhadap undang-undang.:
  1. a.    Di dalam pasal 5 ayat 3 PP no. 70 tahun 1992 tentang bank umum hanya disebutkan frasa “ Bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip bagihasil dan didalam penjelasannya disebutkan sebagai “ bank berdsarkan prinsip bagi hasil”. Begitu pula dalam pasal 6 ayat (2) PP No. 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan rakyat hanya menyebutkan frasa” Bank Perkreditan Rakyat yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil “ yang dalam penjelasannya disebut sebagai “ Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan prinsip bagi hasil”.
Kesimpulan “ Bank berdasarkan prinsip bagi hasil “ merupakan istilah bagi bank islam atau bank syariah baru dapat disimpulkan dari penjelasan pasal 1 ayat 1 PP No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam penjelasan ayat tersebut ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat berdasarkan syariat dalam kegiatan usaha bank.
Melihat ketentuan yang ada dalam PP No. 72 tahun 1992 , dapat dipahami bahwa praktik perbankan berdasarkan syariat Islam terbuka seluas-luasnya terutama berkenaan debngan transaksi yang dapat dilakukan.Pembatasan hanya diberikan pada hal-hal: Pertama, larangan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Larangan ini berlaku untuk Bank umum atau Bank Perkreditan rakyat. Kedua, terdapat kewajiban memiliki Dewan Pengawas syariah yang bertugas melakukan pengawasan atas produk perbankan atau pembiayaan agar sesuai dengan syariah. DPS ini dibentuk dengan mengacu pada rekomendasi Majelis Ulama Indonesia ( MUI).
b.      Undang –Undang No. 7 Tahun 1992. Undang-undang ini dengan semestinya menggantikan PP no. 70, 71, dan 72. Undang-undang no 7 tahun 1992 tentang perbankan yang menggunakan sistim perbankan bagi hasil. Kemunculan UU no. 7 tahun 1992, diakui sebagai pengakuan secara hukum positif keberadaan bank syariah di Indonesia. Kemunculan UU No. 7 tahun 1992 memberikan ruang gerak bagi perbankan syariah untuk bergerak dengan mendirikan Badan Arbritase Muamalat Indonesia ( BAMUI). BAMUI berdiri secara resmi tanggal  21 Oktober tahun 1993 dengan tujuan untuk menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat.dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan , jasa dan lain-lain dikalangan umat Islam di Indonesia.  Dengan demikian dalam transaksi- atau perjanjian dibidang perbankan syariah di Indonesia lembaga BAMUI ini dapat dijadiakn sebagai satu forum bagi pihak –pihak yang ingin menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang mungkin terjadid dalam bank Islam. Namun pada slenjutnya MUI melalui surat keputusannya No. Kep-09/MUI/XII/2003 pada tanggal 24 Desember 2003 mengubah nama BAMUI menjadi Badan Arbritase Syariah Nasional ( BASYARNAS)dan mengubah bada hukumnya yang semula berbentuk yayasan menjadi “ badan: yang berada dibawah MUI.
Kemunculan UU No. 7 1992 menurut prof Dr.Mariam Darus Badrulzaman merupakan pijakan awakl bagi umat Islam. Hal ini sebagaimana statemen Prof. Mariam dalam makalahnya yang berjudul “ Peranan BAMUI Dalam Pembangunan Hukum Indonesia.
“ Undang-undang perbankan no 7 tahun 1992 membawa era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. UU tersebut memperkenalkan “ sistim bagi hasil “ yang tidak dikenal dalamundang- undang tentang pokok perbankan no. 14 tahun 1967. Dengan adanya sisitim bagi hasil maka petbakan dapt melepaskan diri daru usaha-usaha yang mempergunakan sistim bunga.  Jika selama ini peranan hukum Islam di Indoensia terabatas hanya pada bidang hukum keluarga, tetapi sejak 1992 peranan hukum Islam sudah memasuki dunia hukum ekonomi ( bisnis).”
Undang- undang No 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas undang-undang no. 7 tahun 1992. Dalam undang-undang no 10 tahun 1998, perbankan syariah di Indonesia mendapatkan eksistensi hukum kian jelas. Karena dalam undang-undang ini penyebutan terhadap perbankan Islam ditegaskan dengan sitilah bank syariah atau bank berdasarkan peinsip syariah. Pada tanggal 12 Mei 1999 Direksi  Bank Indoensia selanjutnya mengeluarkan 3 surat keputusan sebagai pengatuaran lebih lanjut yakni: pertama surat keputusan Direksi Bank Indoensia no. 32/33/ KEP/DIR tentang Bank umum khususnya Bab XI mengenai perubahan kegiatan usaha dan pembuakaan kantor cabang syariah. Kedua surat keputusan bank Indonesia No. 32/34/ KEP/ DIR  tentang bank umum berdasrkan prinsip syariah dan ketiga surat keputusan Direksi Bank Indonesia no. 32/ 36/ KEP/ DIR tentang bank perkreditas Rakyat berdasarkan prinsip syariah.

Perkembangan Bank Syariah Saat ini

Di Indonesia, bank Syariah yang pertama kali didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalah Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan Syariah di Indonesia terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank Syariah, maka pada tahun 2006, jumlah bank Syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 23 unit, yaitu 3 bank umum Syariah dan 20 unit usaha Syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2006 bertambah menjadi 105 buah.[1] ( lihat tabel 1)

Tabel 1 : Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah
Keterangan
2003
2004
2005
2006
Bank Umum Syariah (BUS)
2
3
3
3
Unit Usaha Syariah (UUS)
8
15
19
20
BPR Syariah
84
88
92
105
Kantor BUS dan UUS
253
355
458
531
Kantor Layanan Syariah
-
-
-
456

Perkembangan perbankan Syariah sepanjang tahun 2006 cukup menggembirakan yang ditunjukkan oleh indikator kinerja utama. Peningkatan kinerja tersebut tidak terlepas dari perluasan jaringan pelayanan perbankan Syariah pada tahun laporan sehingga memudahkan dalam penghimpunan dana maupun pembiayaan. Penghimpunan DPK tahun 2005 sebesar 15.582 miliar meningkat cukup pesat pada akhir tahun 2006 menjadi 20.672 miliar. Sedangkan pembiayaan yang disalurkan (PYD) pada akhir tahun 2005 sebesar . 15.232 miliar menjadi 20.445 miliar pada akhir tahun 2006. Akselerasi pertumbuhan PYD yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK tersebut mendorong peningkatan Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan Syariah dari 98,9%. Pencapaian tersebut berhasil mendorong kenaikan volume usaha industri perbankan Syariah menjadi Rp. 36,5 triliun. Peningkatan tersebut memperbesar pangsa aset perbankan Syariah terhadap perbankan nasional mencapai 1,6% pada akhir tahun 2006. (Lihat tabel 2 dan 3)


Tabel 2 : Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
Keterangan Jumlah (miliar)


2005
2006

Giro Wadiah
Tab. Mudharabah
Dep. Mudharabah
Total DPK
2.045
4.371
9.166
15.582
  3.416
  6.430
10.836
20.672


Tabel 3 : Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
Keterangan Jumlah (miliar


2005
2006

Musyarakah
Mudharabah
Piut Murabahah
Piutang Istishna
Piutang Qardh
Ijarah
Total
  1.898
  3.124
  9.487
     282
     125
     316
15.232
  2.335
  4.062
12.624
     337
     250
     836
20.445


            Kinerja Bank syariah baik berbentuk Bank Umum maupun UUS, memberikan gambaran menggembirakan. Kemajuan juga terlihat pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah ( BPRS). Aset BPRS meningkat dari 605 milira pada tahun 2005 menjadi 906, 3 miliar pada akhir tahun 2006. Dana Pihak Ketiga bertumbuh hingga 530,2 miliar tahun 2006 dari sebelumnya 353, 6 miliar.  Share peningkatan jumlah pembiayaan yang dilempar kepada masyarakat mencapai 120%. Hal ini dapat dipahami bahwa Dana Pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan oleh BPRS dapat disalurkan seluruhnya kepada masyarakat guna menjalankan fungsi intermediasi yang efektif . Hal ini dapat terlihat dari masih kecilnya tingkat NPf  9,5 %.
Tabel 4 : Indikator Kinerja BPRS
Indikator Kinerja
2005
2006
Total Aset (miliar Rp)
DPK (miliar Rp)
PYD (miliar Rp)
Indikator Rasio:
LDR (%)
NPF Gross (%)
NPF Net (%)
605,0
353,6
435,9

123,3
  10,6
  9,5
906,3
530,2
636,3

120,0
  10,6
  9,5

Riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting pada tahun 2005 menunjukkan bahwa total aset bank Syariah di Indonesia diperkirakan akan lebih besar daripada apa yang yang diproyeksikan oleh Bank Indonesia. Dengan menggunakan KARIM Growth Model, total aset bank Syariah di Indonesia diproyeksikan akan mencapai antara 1,92% sampai 2,31% dari industri perbankan nasional. Model ini dikembangkan dengan pendekatan rational expectation atau dengan memanfaatkan all relevant information available dan mensimulasikan proyeksi pertumbuhan aset masing-masing BUS/UUS (organik) dan proyeksi BUS/UUS baru (non-organik) yang kemudian dilahirkan agregasi pertumbuhan.[2]
            Bank Indonesia tahun 2010 menargetkan perbankan syariah memiliki share 5 % dari total seluruh aset pernakan nasional. Target ini dinilai beragam oleh beberapa kalangan. Beberapa kalangan melihat target ini terlalu optimis, akan tetapi sebagaian lain melihat terlalu pesimis dengan alasan saat ini share perbankan syariah sudah mencapai 2, 8 % dari seluruh aset perbankan nasional. Terlebih dengan kebijakkan office chanelling ( PBI 3 Maret 2007).
            Perkembangan bank syariah di Indonesia tidak dapat dinegasikan dipengaruhi oleh sikap atau keperpihakan langkah-langkah strategis bank sentral (bank Indonesia). Bank Indonesia telah membentuk grand desig atau master plan pengembangan bank syariah di Indonesia melalui beberapa frase diantaranya :
a.       Peletakkan fondasi pertumbuhan tahun 2002-2004
b.       Penguatan struktur industri tahun 2005-2009
c.       Pemenuhan standar keuangan dan mutu pelayana internasional tahun 2010-2012
d.      Menuju integrasi dengan lembaga keuangan lainnya tahun 2013-2015.
Selain itu pengembangan perbankan syariah diindonesi meliputi:
1.      Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan syariah
2.      Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah
3.      Terciptanya sistim perbankan syariah yang kompetitif dan efisien
4.      Terciptanya stabilitas sistemik sertaterealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat luas
5.      Meningkatnya kualitas SDM dan tersedianya SDM secara memadai yang mendukung pertumbuhan
6.      Optimalisasi peranan dan fungsi bank syariah melalui peranannya dalam menfasilitasi keterkaitan antara voluntary sektor dengan pemberdayaan ekonomi rakyat( dhuafa, usaha mikro dan kecil).

Perlunya Blue Print Ekonomi Islam di Indonesia sebagai percepatan ekonomi umat.

Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup signifikan. Dari proses kelahirannya tahun 1990 hingga saat ini pertumbuhan bisnis yang berlandaskan ekonomi Islam relatif berkembang dengan baik seperti perbankan, lembaga keuangan mikro, pasar modal, asuransi , unit link, pasar uang, pegadaian, leasing, MLM, organisasi zakat dan wakaf  dan instrumen keuangan lainnya. Disamping itu penyediaan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akan nilai-nilai ekonomi Islam juga terus dikembangkan. Tercatat beberapa universitas membuka jurusan ekonomi Islam seperti STEI TAZKIA, STEI SEBI, STAIN, UIN, TRISAKTI, UNISBANK dll.
Hingga saat ini terlihat dari semua sektor baik bisnis maupun akademis masih belum terlihat benang merah yang dapat menjembatani sehingga keduanya dapat berjalan seiringan. Karena sampai saat ini belum terbentuk blue print pengembangan ekonomi Islam di Indonesia.
            Blue Print mutlak diperlukan untuk pengembangan ekoomi Islam di Indonesia . Dengan adanya blueprint, maka para pegiat ekonomi Islam, baik akademisi, praktisi, ulama, pemerintah maupun masyarakat ekonomi syariah secara umum, memiliki  rujukan mengenai arah pengembangan ekonomi Islam di Indonesia, serta memiliki panduan dalam menentukan langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk memandu  ke arah pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan.
            Mengapa blueprint  ekonomi Islam menjadi penting?. Terdapat sejumlah alasan  yang menyebabkan pentingnya blueprint pengembangan ekonomi Islam di Indonesia, antara lain :
  1. Ekonomi Islam mengajarkan nilai-nilai luhur yang universal, seperti keadilan, kemanfatan (maslahah) kebersamaan, kejujuran, kebenaran, keseimbangan, transparansi, anti eksploitasi, anti penindasan dan anti kezaliman. Semua nilai-nilai ini menjadi prinsip utama ekonomi Islam. Nilai-nilai mulia ini   menjadikan ekonomi Islam merupakan ekonomi masa depan umat manusia, karena karakternya yang universal dan rahmatan lil’alamin.    Atas dasar ini maka ekonomi Islam di Indonesia perlu (harus) dikembangkan
  2. Pengembangan ekonomi Islam di Indonesia saat ini dilakukan secara parsial oleh masing-masing lembaga keuangan syariah. Bank Indonesia merumuskan  blueprint perbankan syariah Indonesia, PINBUK dan BMT Centre merumuskan blueprint BMT dan LKMS, BAZNAS merumuskan pengembangan Zakat. Karena itu dibutuhkan suatu sinergi bersama untuk membentuk (merumuskan) suatu cetak biru ekonomi Islam Indonesia.
  3.  Kondisi di atas, mengakibatkan ada sektor yang lebih maju, namun ada sektor yang tertinggal, meskipun idealnya kedua sektor ini idealnya berjalan seiring sejalan karena ketertinggalan satu sektor akan mengganggu progress perkembangan sektor lainnya terutama dalam jangka panjang. Kerangka blueprint terdiri dari latar belakang, visi dan misi serta sasaran,  manfaat dan tantangan, sektor-sektor penting ekonomi syariah, sasaran dan aplikasinya. Bagian  akhir blueprint ekonomi Islam  (seharusnya) merumuskan tahapan-tahapan (terget pencapaian) pengembangan ekonomi syariah dalam jangka waktu tertentu, seperti   (2005-2010, 2011-2015, 2016-2020, 2021-2025).  

Selain itu Blue print pengembangan ekonomi Islam di Indonesia akan memberikan kerangka positif bagi pengembangan ekonomi Islam secara terintegrasi. Signifikansi  blueprint ekonomi Islam dalam pandangan lainnya :
·         Sebagai policy direction dari pengembangan ekonomi Islam di Indonesia: tatanan dan kerangka dasar yang jelas memberikan arah dari pengembangan ekonomi Islam di Indonesia.
·         Sebagai benchmark, platform ataupun  sasaran yang dituju dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia
·         Sebagai tools bagi para stakeholders dan pihak lain dalam melihat wujud pengembangan ekonomi Islam di masa-masa yang akan datang, terutama bagaimana peran dan signifikansinya  dalam perekonomian nasional
Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia sebagai sebuah organisasi yang mewadahi seluruh stakeholder yang berkecimpung dalam ranah ekonomi islam dalam posisinya sebagai akademisi mencoba memberikan gambaran  pengembangan ekonomi islam indoensia dengan lebih baik. Menurut IAEI, sasaran Umum pengembangan ekonomi syariah sampai tahun 2015 dirumuskan pada 10 sasaran utama, yaitu :
1              Teraplikasinya dual economic system di Indonesia sebagai upaya akselerasi pertumbuhan ekonomi syariah melalui kebijakan dan perundang-undangan.
2              Teraplikasinya prinsip syariah dalam operasional seluruh lembaga keuangan syari’ah yang ditandai dengan : a. Tersusunnya norma-norma keuangan syariah yang seragam (standarisasi) b. Terwujudnya mekanisme kerja yang efisien bagi pengawasan prinsip syari’ah dalam operasional seluruh lembaga keuangan syariah, baik instrumen maupun pelaku/praktisi  terkait. C. Rendahnya tingkat keluhan masyarakat dalam penerapan prinsip syariah dalam setiap aktivitas ekonomi syariah.
3              Terciptanya sistem ekonomi dan lembaga keuangan syariah yang kompetitif dan efisien, yang ditandai dengan. a. Terciptanya SDI ekonomi syariah yang mampu bersaing secara global. B. Terwujudnya aliansi strategis yang efektif dan mekanisme kerjasama yang produktif dengan lembaga-lembaga pendukung.
4              Terwujudnya Pendidikan dan Pengajaran ekonomi syariah sejak tingkat SLTP sampai Program Doktor yang dibuka seluas-luasnya oleh pemerintah, khususnya Depertemen Diknas dan Departemen Agama.
5              Berkurangnya angka kemiskinan  dan pengangguran melalui pengembangan ekonomi dan lembaga keuangan syari’ah, khususnya melalui pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syaria’ah (BMT, BPRS dan Koperasi Syariah serta Kopontren)
6              Terwujudnya keseimbangan (equilibrium) pengembangan dan petumbuhan lembaga finansial syariah dengan sektor riil syariah, sehingga menciptakan fundamental ekonomi yang kokoh.
7              Teraplikasinya kebijakan moneter sehingga  terwujudnya stabilisasi nilai tukar dan tingkat harga yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan sektor riil.
8              Terbangunnya industri berbasis pertanian dan kelautan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan
9              Lahirnya Perundang-undangan yang mendukung pengembangan ekonomin syari’ah, seperti Undang-Undang Perbankan Syariah, Sukuk / SBSN, Asuransi Syariah, Pasar Modal Syari’ah, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Pegadaian syariah dan Ekonomi Syariah secara Umum. Juga terwujudnya amandemen Undang-Undang Zakat dan perpajakan. Selain itu perlu sekali mengamandemen dan merevisi produk perundang-undangan tentang liberalisasi barang-barang publik yang merugikan negara dan masyarakat luas, seperti Undang-Undang Migas, Air, kelistrikan dan sebagainya. Dalam konteks Pengadilan Niaga Syariah, perlu mengamandemen beberapa Undang-Undang yang terkait agar sesuai dengan UU no 3 tahun 2006 tentang peradilan Agama, misalnya Undang-Undang Arbitrase, dll.
10           Terbangunnya aktivitas perdagangan dan industri yang handal dan produktif dengan A) Terbentuknya Blok Perdagangan Negara-Negara Islam. B). Terbangunnya daya saing industri nasional dengan menghilangkan inefisiensi sektor publik dan peningkatan produktivitas tenaga kerja. C, Terbangunnya visi industri nasional jangka panjang yang kokoh dan modern untuk mencapai kemandirian bangsa  D.Terwujudnya  BUMN –BUMN dan produktif dan strategis sebagai agen pembangunan yang profesional dan kuat dengan merubah budaya organisasi, menghapus KKN dan mengakhiri salah urus dalam pengelolaan BUMN.







DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran
Bank Indonesia, 2002, Cetak Biru Perbankan Syariah Indonesia, Jakarta: Bank
Indonesia
_____, 2004-2007, Statistik Perbankan Syariah, Jakarta: Direktorat Perbankan
Syariah Bank Indonesia
Wirdyaningsih, SH, MH, dkk bank dan Asuransi Islam di Indonesia  , Jakarta : Kencana 2005
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah Jakarta: Alvabet , 2002


Tidak ada komentar:

Posting Komentar