Blogroll

Pages

Selasa, 12 Juli 2011

MENUAI RIZKI DENGAN BERBAGI

Ditulis Oleh Rinda Asytuti.

Sekilas judul diatas sangat kontrasiktif, bagaimana mungkin bisa mendapatkan banyak uang dengan membuang uang  untuk membagikan dengan orang lain ?..Anda pasti bertanya, bahkan mungkin memprotes karena tidak sesuai dengan teori ekonomi pada umumnya.. Inilah Penawaran Ekonomi Islam


Ekonomi Islam
Islam memiliki skema berbeda dalam mengembangkan harta bila dibandingkan dengan ekonomi konvensional umumnya baik kapitalis, liberal maupun sosialis.
Harta adalah sarana untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi dan bahkan ukhrowi bila mana penempatannya sesuai dengan yang dituntunkan oleh Islam. 
Taqituddin an-Nabhani menyatakan ada lima sebab kepemilikan seseorang  yaitu kerja halal, kebutuhan harta untuk menyambung hidup, harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyatnya , harta yang diperoleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun, dan warisan[1] Menurut Ruqoiyah waris masqood, kekayaan yang dimiliki seseorang seyogyanya dikelola secara baik dan bertanggungjawab, karena semuanya adalah nikmat Allah. Menurutnya. elemen-elemen utama manejemen kekayaan menurut ajaran islam adalah ; 
1.  Peraturan internal terhadap diri sendiri seperti membersihkan diri dari ketamakan,
     menggunakan kekayaan untuk mendapatkan ridho Allah.
2.  Tanggung jawab kepada keluarga seperti pemurah tapi bijaksana dalam membelanjakan
     harta dan menggunakan harta yang dimiliki untuk kebahagiaan dan kepentingan keluarga
     sebaik mungkin
3.  Perintah kewajiban sosial seperti membayar zakat dan pajak
4.  produktivitas yaitu membelanjakan harta sebanyak mungkin untuk kepentingan produktif
5.   Sukarela delam tanggungjawab sosial seperti menyumbang untuk kepentingan sosial
6.  Peran kepemimpinan seperti menggunakan harta untuk menyebarluaskan dan melindungi Islam, melawan ketidakadilan.
Pengelolaan  kekayaan telah disyariatkan oleh Allah dalam surat al-Hadid 57;7

“ Berimanlah kamu kepada Allah SWT dan Rosulnya dan nafkahkanlah sebagian dari harta kamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya, maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya memperoleh harta yang besar “

Islam memberikan tidak menafikan kepemilikan  harta oleh seseorang, akan tetapi tetap memberikan perimbangan sosial yang menjadikan bagian dari borden terhadap ketamakan. Alquran menyatakan secara eksplisit hak milik individu terhadap harta  al-Lail 17-18 : 

“ dan kelak akan dijauhkan orang-orang yang paling bertakwa  dari neraka itu orang yang membelanjakan hartanya dijalan Allah untuk membersihkannya. “
Ditambahkan pula, Islam melarang penggunaan harta yang tidak bermanfaat dan  harta yang diperoleh dibersihkan dengan zakat dan tidak menumpuknya tanpa melakukan kegiatan investasi. Harta harus bergulir dan memberikan manfaat kepada orang lain. 

Beredar atau berputar dalam bahasa arab berarti daulat. Secara terminologi daulat bearati sesuatu proses peredaran yang konstan tanpa ada hambatan. Kata daulat dalam al-Qur’an terulang du kali dalam dua ayat dan dua surat hasy ayat 57. Dan al-imron ayat 140. .Dalm suarat al –Haysr dulat menunjukkan makna sirkulasi harta dan terkai dengan petunjuk Allah tentang cara pengelolaan harta agar tercipta pemerataan. [3] al daulah adalah harta yang berputar dikalangan manusia dan beredar dari tangan ke tangan.[4]
Barangsiapa yang menumpuk-numpuk suatu barang sedang dia bermaksud hendak menjualnya dengan mahal terhadap kaum muslimin, maka dia itu bersalah ( HR. Muslim)
           
         Ketika harta berputar maka harta akan bertumbuh.Dalam Pandangan At-Tariqi yang dimaksud dengan Pertumbuhan dalam ekonomi Islam adalah serba meliputi berimbang, realistis, berkeadilan, tanggung jawab, mencukupi dan berfokus pada manusia sebagai khalifah Allah. [5]
        Selanjutnya yang dimaksud dengan serba meliputi adalah pemenuhan secara materi terhadap kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang dan papan. Pemenuhan materi ini dibolehkan sepanjang tetap tidak menafikan kebutuhan dalam kehidupan spiritual. Dimana kebutuhan spiritual diartikan sebagai bentuk keimanan kepada Allah disertai dengan tanggung jawab yang berkaitan dengan, akal, jiwa , dan ketaatan dalam aktivitas dan cara yang ditempuh.[6]
            Pertumbuhan dalam kerangka ekonomi Islam berbeda dengan pertumbuhan dalam konsep kapitalis. Pertumbuhan dalam ekonomi Islam bukan hanya penambahan kapital dengan kebebasan berusaha namun juga memastikan pemerataan dan keadilan.
Keadilan dan maslahah sebagai nilai dasar dari ekonomi islam. Dua norma utama yang dapat mewakili intiinti ajaran Islam di bidang ekonomi tersebut adalah maslahah dan ‘adl. Maslahah terkait dengan nilai absolut keberadaan barang, jasa, atau action (termasuk kebijakan ekonomi) di mana kesemuanya harus memenuhi kriteria-kriteria yang mengarah pada perwujudan tujuan syariah (maqashid al-syariah), yaitu perlindungan agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Sementara, adil terkait  dengan interaksi relatif antara suatu hal dengan hal lain, individu yang satu dengan yang lain, atau masyarakat tertentu dengan masyarakat lain. Untuk mewujudkan kedua norma utama tersebut[7]
              
               Untuk itu membagi Rizki melalui zakat, infak dan sodaqoh adalah bagian dari grand 
 design ekonomi islam yang tetap memberikan pertumbuhan namun juga pemerataan. Banyak Janji Allah dalam Kitabnya bahwa membagi rizki pada hakikatnya adalah menambah rizki. Dan  

TIDAK ADA ORANG MISKIN KARENA DIA MEMBAGIKAN RIZKINYA KEPADA ORANG LAIN (ZAKAT, INFAK DAN SODAQOH). ZAKAT ADALAH CARA MEMBERSIHKAN DAN MANAMBAHKAN HARTA .INI JANJI ALLAH KEPADA UMATNYA

[1] Taqiyuddin An-nabhani, Membangun sistem ekonomi Islam alternatif: perspektif Islam ( Suarabaya: Risalah Gusti, 1996) h. 74-126.
[2] Ruqoiyah Waris Masqood, Harta dalam Islam PanduanAl-Qur’an dan al-hadits dalam mencari dan Membelanjkan Harta dan kekayaan Jakarta: Lintas Pustaka, 2003h.74-75
[3] Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Pedagang h. 286.
[4] Muhammad Husain thabathaba’I , Tafsir Mizan juz 17 ( dar al-kutub al islamiyah, 1342 h. 204.
[5] Abdullah Abdul Husein At- Tariqi, Al Iqtishad Al-Islami : Ushusun wa muba’un Wa Akhdaf ( terj) , ( ogyakarta : Magistra Insania Press ,2004 ) h.229
[6] Ibid. h.302-302.
[7] Ibid.

1 komentar: